Diduga Merebaknya Penyakit Mulut dan Kuku Akibat Maraknya Impor Sapi

Dokter hewan bersiap memberikan suntikan vaksin kepada tenak sapi yang terindikasi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di pasar hewan Desa Sibreh, Aceh. (Antara)

Editor: Tatang Adhiwidharta - Jumat, 13 Mei 2022 | 13:50 WIB

Sariagri - Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menduga wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) muncul akibat maraknya impor daging, impor sapi, dan impor ternak lainnya. Ia megatakan Indonesia sebenarnya sudah bebas dari PMK sejak 1990-an.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Henry menunjukkan ada kenaikan impor daging sapi dan ternak sepanjang tahun lalu. Tercatat, pada 2021, impor daging sapi menembus 273,53 ribu ton. Jumlah itu naik 22,4 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 223,42 ribu ton.

“Nilai impor daging sapi naik menjadi US$ 948,37 juta atau sekitar Rp 13,64 triliun pada 2021 (kurs 1US$ = Rp 14.388). Jumlah ini naik 35,83 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar US$ 698,18 juta," kata Henry.

Selain itu, kebijakan impor didukung oleh Undang-undang (UU) Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Menurutnya, beleid tersebut kian menambah ketergantungan negara terhadap pengiriman ternak dan produk ternak dari luar negeri yang angkanya sudah tinggi.

Di sisi lain, Henry melihat adanya pemberlakuan sistem zona dalam undang-undang yang berlaku telah merugikan hak masyarakat untuk hidup sehat, sejahtera, aman, dan nyaman dari bahaya penyakit menular dari hewan.

"Juga produk hewan yang dibawa karena proses impor dari zona yang tidak aman,” tuturnya.

Henry menilai seharusnya pemerintah terus melindungi peternakan di Indonesia sejalan dengan janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membangun kedaulatan pangan di Indonesia. Kepala Negara menargetkan Indonesia menjadi negara swasembada daging.

Kementerian Pertanian (Kementan) sebelumnya menetapkan sejumlah daerah darurat PMK. Saat ini, daerah yang terpapar PMK ialah Jawa Timur, yakni Gresik, Sidoarjo, Lamongan, Mojokerto, serta Aceh, yakni di Kabupaten Aceh Tamiang dan Aceh Timur.

Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi (P3A) SPI Qomarun Najmi mengatakan, untuk memastikan sumber penularan PMK, penelitian harus melihat strain virus yang ada pada daging atau ternak.

"Misalnya strain virus PMK di India sudah teridentifikasi kemudian nanti kalau strain virus di Indonesia sama dengan India berarti asalnya dari India. Artinya tetap harus ada yang bertanggung jawab terhadap munculnya PMK," ujarnya.

Baca Juga: Diduga Merebaknya Penyakit Mulut dan Kuku Akibat Maraknya Impor Sapi
Selain Merah, Ternyata Ada Buah Naga Berwarna Kuning

Menurut Qomarun, pemerintah saat ini perlu melakukan rangkaian pencegahan karena virus PMK sangat mudah menular. Pencegahannya dapat dilakukan dengan mengantisipasi kontaminasi dari luar.

Kemudian, pemerintah diminta memperbanyak posko dan pusat informasi bagi peternak. Adapun penyakit mulut dan kuku mengakibatkan nafsu makan sapi berkurang. Sapi juga akan mengalami demam, menggigil, menggosokkan bibir, dan produksi air liurnya lebih banyak serta mudah gelisah. Untuk mengobati sapi dari PMK, perlu pengobatan satu hingga dua minggu.