Laporan Khusus: Petaka Wabah PMK

Laporan Khusus: Petaka Wabah PMK. (Sariagri/Faisal Fadly)

Editor: M Kautsar - Jumat, 13 Mei 2022 | 16:00 WIB

Sariagri - Empat hari usai Lebaran. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa segera disibukkan dengan rapat koordinasi di Gedung Negara Grahadi. Khofifah meminta Bupati Gresik, Lamongan, Mojokerto, dan Sidoarjo bersiap menghadapi tanggap darurat Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

Rapat ini menegaskan urgensi surat Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur pada tanggal 5 Mei 2022 kepada Gubernur Jawa Timur mengenai tiga kasus PMK yang terjadi di Jawa Timur dalam waktu berdekatan.

Salah satu koordinasi menyinggung Standar Operasional Prosedur (SOP) agar pasar tak panik. Menurut dia, perlu ada penjelasan mengenai jenis organ apa saja yang tak boleh dikonsumsi, bagaimana dengan daging hewan ternak yang terkena PMK, serta bagaimana produk turunannya seperti susu, nugget, dan sebagainya.

“Kami ingin mendapat penjelasan produk turunannya, sebetulnya tingkat apa kalau ingin memproteksi dengan apa, atau memang produk turunan itu sama sekali tidak bisa digunakan, kalau demikian bagaimana, dengan dagingnya, dan seterusnya,” Khofifah menambahkan, “yang jelas kami berharap bahwa panduan teknis seperti ini kami bisa segera mendapat dari Kementerian Pertanian, khususnya dari Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.”

Khofifah menyatakan penyakit ini terdeteksi pertama kali di Kabupaten Gresik pada 28 April 2022. Tapi, menurut penelusuran Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan yang belakangan diketahui, ada kasus awal yang terdeteksi pada 12-14 April 2022 di Gresik.

Pada kasus pertama yang terdapat sebanyak 402 ekor sapi potong yang terjangkit PMK dan tersebar di lima kecamatan dan 22 desa. Kasus kedua dilaporkan pada 1 Mei 2022 di Kabupaten Lamongan, yaitu sebanyak 102 ekor sapi potong terindikasi mengalami PMK yang tersebar di tiga kecamatan dan enam desa.

Pada hari sama, di Sidoarjo, juga ditemukan kasus yang menjangkit sebanyak 595 ekor sapi potong, sapi perah dan kerbau di 11 kecamatan dan 14 desa.

Sedangkan, kasus keempat terlaporkan pada 3 Mei 2022 di Kabupaten Mojokerto yang dilaporkan tercatat ada 148 ekor sapi potong yang tersebar di sembilan kecamatan dan 19 desa.

“Wabah yang telah menyerang 1.247 ekor di empat kabupaten tersebut yang terkonfirmasi memiliki tanda klinis sesuai dengan indikasi penyakit PMK,” kata Khofifah.

Dalam kurun waktu lima hari mulai 28 April 2022 - 3 Mei 2022 tercatat total ada 1.247 ekor ternak di Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Lamongan, dan Mojokerto terindikasi terinfeksi PMK.

Wabah PMK segera menjadi salah satu agenda saat sidang kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama para menterinya di Istana Negara, Jakarta Pusat, pada 9 Mei 2022.

Dalam rapat itu Jokowi meminta Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menerapkan lockdown zonasi untuk mencegah mutasi PMK. Dia juga memerintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menjaga agar tak ada pergerakan ternak dari daerah yang sudah dinyatakan ada penyakit mulut dan kuku. Selain itu, Jokowi menginstruksikan agar dibentuk Satgas untuk menangani wabah ini.

"Bentuk satgas sehingga jelas nanti siapa yang bertanggung jawab," ujar Jokowi.

Dalam tanggapannya, Syahrul ingin memaksimalkan sosialisasi kepada masyarakat bahwa penyakit ini tidak menular pada manusia. “Dan pernyataan ini diperkuat oleh Menkes (Menteri Kesehatan) saat ratas (rapat terbatas) bersama Presiden tadi dan ini menjadi hal yang sangat penting," kata Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, 10 Mei 2022.

Syahrul juga akan menunggu penelitian lanjutan Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) di Surabaya untuk memastikan tingkat dan jenis serotype PMK.

“PMK ini masih dalam penelitian lab veteriner kita di Surabaya secara maksimal, sehingga kita bisa identifikasi ini pada level berapa, jenisnya seperti apa, kita harap hari ini atau besok akan keluar hasilnya," kata dia.

Sebaran PMK pada hewan ternak di Indonesia telah ditemukan sejak 1887 di Jawa Timur. Setelah itu, muncul fase sebaran wabah. Indonesia dinyatakan bebas PMK pada 1986. (Infografis: Faisal Fadly, Riset: Putri Ainur Islam)
Sebaran PMK pada hewan ternak di Indonesia telah ditemukan sejak 1887 di Jawa Timur. Setelah itu, muncul fase sebaran wabah. Indonesia dinyatakan bebas PMK pada 1986. (Infografis: Faisal Fadly, Riset: Putri Ainur Islam)

PMK di Asia Tenggara

Secara historis, OIE and FAO World Reference Laboratory for Foot-and-Mouth Disease mencatat PMK telah dikenal di Asia Tenggara selama kurang lebih 150 tahun dengan wabah awal terjadi di Indonesia, Malaysia dan Filipina.

Di Indonesia, PMK pertama kali terjadi pada September 1887 di Malang, Jawa Timur. Sempat muncul dan menghilang, Indonesia dinyatakan bebas PMK tanpa vaksinasi pada 1986.

PMK berasal dari virus Foot Mouth Disease (FMDV) termasuk dalam famili Picornaviridae dan genus Aphtovirus. Terdapat tujuh serotipe yang berbeda yaitu A, O, C, Asia 1, SAT 1, SAT 2, dan SAT 3. Sapi, babi, domba, kambing, dan kerbau adalah ternak yang rentan terserang.  Virus PMK dapat bertahan hidup lama di lingkungan, makhluk hidup, bahan, dan benda mati.

Dalam jurnal berjudul "Foot and Mouth Disease : An Exotic Animal Disease that Must Be Alert of Entry into Indonesia" karya Abdul Adjid yang terbit tahun 2020, penularan PMK dari hewan sakit ke hewan lainnya yang rentan terjadi karena adanya kontak langsung dengan hewan sakit, kontak dengan sekresi dan bahan-bahan yang terkontaminasi virus PMK, serta hewan karier (pembawa) virus PMK.

Selain itu, penularan PMK juga dapat terjadi karena kontak dengan bahan atau alat yang terkontaminasi virus seperti petugas (manusia), kendaraan, pakan ternak, produk ternak berupa susu, daging, jeroan, tulang, darah, embrio, dan feses dari hewan sakit.

Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) Drh. Muhammad Munawaroh mengungkapkan penyebaran PMK sangat cepat melalui udara. Bahkan, bisa menjangkau jarak 100 hingga 200 kilometer.

"Sapi sakit mengeluarkan air liur, kemudian virus bisa terbawa udara dan sapi-sapi bisa tertular dari situ. Virus ini mudah sekali menular, karena jalan-jalan lewat udara, dan angin itu bisa menjangkau jarak 100 hingga 200 kilometer," ujar Munawaroh kepada Sariagri.

Hewan yang terinfeksi PMK menunjukkan tanda klinis seperti demam tinggi hingga 39-41 derajat Celcius, keluar banyak lendir dan busa dari mulut, ada luka seperti sariawan pada rongga mulut, lidah, kehilangan nafsu makan, pincang, luka pada kaki hingga kuku terlepas, sulit berdiri dan gemetar serta napas cepat.

Munawaroh mengatakan, virus PMK tidak menyebabkan kematian secara langsung pada hewan melainkan gejala infeksi membuat hewan tidak mau makan dan menjadi kurus, sakit berkepanjangan hingga kematian.

"Matinya bukan karena terinfeksi virus, tapi karena hewan tidak mau makan," katanya.

Selain itu, hewan yang terinfeksi PMK secara pasti akan mengalami penurunan produksi daging maupun susu secara drastis hingga menciptakan kerugian ekonomi yang besar.

"Kalau tidak ditangani serius, maka pemerintah berpotensi akan kehilangan devisa setiap tahunnya hingga Rp10 triliun dari ekspor produk ternak dan depopulasi hewan ternak dalam negeri," sebut Munawaroh.

PMK, Sebuah Guci Pandora

Tiga dekade lebih Indonesia bebas dari PMK. Tapi, kenapa setelah masa itu PMK muncul kembali? Dugaan mengarah pada kebijakan impor ternak yang masif.

Beberapa tahun belakangan, importasi ternak dan produk ternak semakin masif dilakukan Indonesia. Kebutuhan produk ternak semakin tinggi sementara suplai dari dalam negeri yang rendah membuat pemerintah sigap mencukupi kekurangan melalui importasi.

Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 mencatat Indonesia mengimpor 223.423,7 ton daging sapi dan sejenis lembu dari berbagai negara yaitu Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, India, Spanyol, Jepang dan lainnya.

Munawaroh menyebutkan, kemungkinan paling besar penyebab munculnya kembali PMK di Indonesia yaitu impor daging dan hewan ternak dari negara yang belum bebas PMK.

"Seperti misalnya daging kerbau dari India, daging sapi dari Brasil, dan impor domba hidup dari Malaysia. Itu kan beberapa tahun terakhir ini banyak yang masuk ke Indonesia sehingga itulah yang membawa virus PMK di Indonesia," sebutnya.

Munawaroh jugs menduga banyak domba dari Malaysia dan Thailand yang masuk ke Indonesia melalui jalur yang ilegal menjadi bakal wabah.

Show more

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio pun menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemasukan Ternak dan atau Produk Hewan Dalam Hal Tertentu yang Berasal dari Negara atau Zona Dalam Suatu Negara Asal Pemasukan menjadi kecerobohan pemerintah.

Pasal 6 ayat 1C PP tersebut membolehkan impor produk hewan dari negara yang belum bebas PMK namun telah memiliki program pengendalian resmi penyakit mulut dan kuku yang diakui oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia.

"Dulu sempat kami lakukan judicial review PP ini di Mahkamah Agung (MA) cuma kami kalah. Padahal maksud kami adalah melindungi Indonesia dari PMK ini. Kalau sekarang ya sudah, itu cost-nya (biaya) besar sekali yang harus ditanggung pemerintah mungkin mirip-mirip Covid," ungkap Agus kepada Sariagri.

Direktorat Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian dalam paparan materi yang didapat Sariagri, menyebut beberapa jalur resiko munculnya PMK di Indonesia antara lain impor hewan dan produk hewan rentan PMK secara ilegal, masuknya sisa makanan dari transportasi internasional, dan produk hewan rentan PMK yang dibawa turis.

Ada indikasi masuknya domba atau kambing jenis shamy goat, alpine, nubian, dan toggenburg dari Malaysia atau Thailand secara ilegal. Dari data tersebut, Kepulauan Riau atau Riau serta garis pantai Sumatera yang berbatasan dengan Malaysia dan Thailand diduga menjadi pintu masuk hewan ilegal tersebut. Diduga juga ternak ilegal itu dijual melalui grup di aplikasi pesan Whatsapp dan media sosial.

Agus Pambagio juga meyakini kemungkinan besar PMK lolos dari karantina hingga bisa masuk dan menyebar di Indonesia.

"Pasti ada yang lolos, dari dulu sudah saya katakan tidak mungkin kita awasi semua, kita punya banyak ribuan pelabuhan itu siapa yang mengawasi? Sedangkan pelabuhan karantina Indonesia kan terbatas," jelasnya.

Menanggapi dugaan masuknya hewan ternak ilegal pembawa PMK, Badan Karantina Pertanian (Barantan) enggan banyak berkomentar. Barantan masih ingin menginvestigasi penyebab pasti PMK masuk Indonesia.

"Info penyebab masih terus diselidiki, belum ada keterangan resmi dari pusat atau direktorat teknis terkait hal ini. Saat ini Berantan fokus pada pengendalian penyebaran dan penanganan PMK," kata Humas Barantan Endah Kartikawati secara tertulis kepada Sariagri.

Sikap Sepele Pemerintah

Menteri Pertanian (Mentan) RI Syahrul Yasin Limpo. (Sariagri/Antara)
Menteri Pertanian (Mentan) RI Syahrul Yasin Limpo. (Sariagri/Antara)

Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WHO) mencatat hingga saat ini India menjadi salah satu negara yang belum bebas PMK. Munawaroh mengungkapkan sebenarnya sejak dua tahun lalu PDHI telah mengingatkan kepada pemerintah akan bahaya kemungkinan munculnya PMK akibat impor daging kerbau dari India.

"Saya ingat dua tahun lalu PDHI melakukan seminar dan memberikan rekomendasi langsung kepada pemerintah (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan) agar sebaiknya jangan mengimpor daging dari daerah yang belum bebas PMK," ungkap Munawaroh.

Alih-alih memperketat impor untuk pencegahan PMK, kata Munawaroh, pada saat itu pemerintah tetap bersikeras memprioritaskan stabilitas harga daging dalam negeri.

"Karena pemerintah menginginkan daging murah, akhirnya waktu itu mereka beralasan India itu kan luas sehingga mengimpor dagingnya dari zona yang bebas PMK. Itu dulu alasannya seperti itu, tapi ternyata tidak bisa terkontrol," ucapnya.

Selain itu, Agus Pambagio juga mengimbau agar pemerintah meninjau kembali terkait peraturan impor hewan dan produk hewan dari negara yang belum bebas dari PMK. Bahkan, menurutnya impor daging perlu segera disetop.

"Harus disetop, kalau tidak nanti bisa impor terus. Jika harga daging jadi mahal nantinya itu sudah resiko," kata Agus.

Agus Pambagio menilai bahwa Kementan adalah pihak yang harus bertanggung jawab atas munculnya kembali PMK di Indonesia.

"Kemendag mengeluarkan izin impor, pelaksananya BUMN, tapi kan rekomendasinya dari Kementan," ucap dia. 

Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso (Buwas) menyatakan bahwa munculnya PMK Indonesia tidak ada hubungannya dengan daging kerbau impor dari India. Menurut dia, dalam pengadaannya daging kerbau dari India sudah melalui tahap pemeriksaan yang ketat hingga layak diedarkan.

"Terkait PMK tidak ada hubungannya dengan daging kerbau impor dari India. Saya tegaskan, ini (daging kerbau) sudah dalam pengecekan terutama terkait PMK," kata Buwas dalam Konferensi Pers di Jakarta, Selasa (10/5).

Dirut Perum Bulog, Budi Waseso. (SariAgri/Dwi Rachmawati)
Dirut Perum Bulog, Budi Waseso. (SariAgri/Dwi Rachmawati)

Buwas membeberkan, saat daging kerbau dari India masuk ke Indonesia maka terlebih dahulu akan dicek secara acak oleh Badan Karantina sebelum akhirnya diedarkan. "Begitu sudah dikatakan layak baru daging bisa diedarkan," tutur Buwas.

Buwas yakin betul, PMK tidak akan ditularkan lewat daging kerbau dari India. Apalagi daging dalam kondisi beku. Dia juga punya alasan lain. Belum pernah ada kasus PMK yang terjadi sebelumnya sejak penugasan pertama kepada Bulog untuk impor daging kerbau dari India di tahun 2016.

"PMK itu tidak ditularkan oleh daging, dan ini juga daging dalam kondisi beku. Kami kan sudah mulai penugasan impor daging kerbau dari tahun 2016, belum ada kasusnya daging kerbau impor menulari PMK," katanya.

Pihak Bulog mengutarakan alasan memilih India sebagai sumber importasi daging kerbau karena India sudah memenuhi syarat sesuai ketentuan dan aturan yang ada di Indonesia.

"Mengapa Bulog mengimpor daging dari India? Karena yang sudah memenuhi syarat dengan ketentuan dan aturan yang ada di Indonesia hanya India. Di India juga tidak secara keseluruhan, hanya tertentu juga. Nah itu yang kami ambil," ujar dia.

Namun, di sisi lain Buwas beranggapan bahwa impor daging kerbau dari India tidak perlu disetop lantaran kebutuhan daging dalam negeri yang masih tinggi.

"Apakah impor harus disetop? Alasan untuk disetop apa? Karena kebutuhan akan daging juga masih diperlukan. Jadi masyarakat tidak perlu ragu, kalau nanti ditemukan (PMK) dalam daging pasti impor akan disetop dengan sendirinya. Dan kami akan komplain ke negara asalnya," ucap dia.

DPR Desak Kementan Usut Tuntas

Melihat fenomena PMK kembali terulang, Kementerian Pertanian (Kementan) diminta segera menangani wabah penyakit mulut-kaki (PMK). Anggota Komisi IV DPR RI Darori Wonodipuro, merasa khawatir, jika penanganan wabah lambat, maka akan menyebar ke berbagai daerah di Indonesia.

“Sebagai penanggung jawab program, Kementan tahu dari mana data asal usul kena (wabah PMK) di mana penularannya. Itu bisa diusut ujungnya, apakah sapi ini kena karena impor atau ada wabah yang dibawa ternak lain, kita tunggu saja,” kata Darori dalam keterangannya.

Baca Juga: Laporan Khusus: Petaka Wabah PMK
Imbas Wabah PMK, Warga DKI Diimbau Olah Daging Ternak dengan Tepat

DPR akan membahas wabah PMK dengan Kementan pada rapat yang akan diselenggarakan pada 17 Mei 2022. Dari sini akan dibahas strategi pemerintah soal penyakit ternak yang menyebar melalui udara ini. Tidak hanya itu saja, Kementan diharapkan bisa memberi solusi untuk menekan kerugian masyarakat, khususnya para peternak hingga konsumen di Tanah Air.

“Selesai reses, kita akan minta penjelasan dari Menteri Pertanian dan Dirjen apa langkah yang dilakukan. Mestinya segera turun mengecek semua,” tutup Darori.

Tim Laporan Khusus: Petaka Wabah PMK

Reporter dan penulis: Dwi Rahmawati

Editor: Maulana Kautsar & Tatang Adhiwidharta

Riset infografis: Putri Ainur Islam

Grafis: Faisal Fadly