Vaksin Virus Flu Babi Afrika Segera Tersedia Secara Komersial

Ilustrasi peternakan babi. (pixabay/Lichtsammler)

Editor: M Kautsar - Senin, 9 Mei 2022 | 18:05 WIB

Sariagri - Berita gembira bagi para peternak babi datang dari negeri Paman Sam. Kandidat vaksin African Swine Fever (ASF) telah lulus uji keamanan penting yang diperlukan untuk persetujuan peraturan, dan Kandidat vaksin tersebut telah dipilih oleh NAVETCO untuk pengembangan komersial di Vietnam.

NAVETCO adalah pihak swasta yang telah bermitra dengan Layanan Penelitian Pertanian (ARS)-Departemen Pertanian AS (USDA) dalam penelitian dan pengembangan vaksin ASF sejak 2020. Kerjasama pengembangan vaksin lebih lanjut akan dilakukan setelah kandidat vaksin menerima persetujuan regulasi dari Vietnam.

Hasil tes terbaru menunjukkan bahwa kandidat vaksin dari USDA ini tidak kembali ke virulensi normalnya, setelah disuntikkan ke babi. Tes "pengembalian ke virulensi" diperlukan untuk memastikan bahwa bentuk virus ASF yang dilemahkan dari vaksin tidak kembali ke keadaan semula.

"Ini adalah tonggak penting bagi kandidat vaksin ASF. Studi keamanan ini membawa vaksin ini selangkah lebih dekat untuk tersedia di pasar," kata ilmuwan senior ARS Manuel Borca, seperti dikutip dari laman resmi USDA.

Studi keselamatan ini diperlukan untuk mendapatkan persetujuan penggunaannya di Vietnam dan akhirnya di negara lain di seluruh dunia. Penggunaan komersial di masa depan, bagaimanapun, akan tergantung pada persetujuan dari departemen kesehatan hewan di setiap negara yang meminta.

Baca Juga: Vaksin Virus Flu Babi Afrika Segera Tersedia Secara Komersial
Pemprov Jateng: Waspada Sebaran Virus Flu Babi Afrika



"Dalam kasus kandidat vaksin khusus ini, ASFV-G-DI177L, kami menghapus sebuah gen yang membuat virus sulit untuk menambahkan gen itu kembali. Jadi, kami berharap pengembalian ke bentuk aslinya tidak mungkin terjadi, tetapi tes masih harus dilakukan," kata ilmuwan senior ARS Douglas Gladue.

Virus ASF yang sangat menular menyebar dari Afrika ke Republik Georgia pada tahun 2007, dan sejak itu menyebar ke Eropa Tengah dan Asia termasuk Indonesia, sebelum mencapai Republik Dominika pada tahun 2021. Meski mematikan bagi babi yang terinfeksi, virus ini tidak dapat menular dari babi ke manusia.