Dilema Para Peternak Sapi di Belanda Hadapi Perubahan Iklim

Editor: Dera - Kamis, 6 Januari 2022 | 16:00 WIB
Sariagri - Secara global, peternakan adalah salah satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca. Peternakan sapi, berkontribusi pada perubahan iklim di dunia.
Di Belanda, kondisi ini pun menempatkan para peternak pada sebuah dilema. Peternak bernama Corne de Rooij seakan bertanya-tanya Ia bertanya-tanya berapa lama dia bisa mempertahankan peternakannya, saat perubahan iklim mengancam ladang dataran rendah Belanda.
"Ini gairah dan hidup saya," kata pria 53 tahun yang pendiam dengan suara kecil di peternakannya di Belanda selatan, di mana ia memelihara anak sapi dan ayam.
"Jika kita harus berhenti membesarkan mereka, itu akan menyakitkan," ujarnya, seperti dilaporkan Daily Sabah.
Petani Belanda telah dipaksa memilih pilihan sulit oleh pemerintah. Pemerintah menawarkan mereka pilihan terakhir untuk membuat pertanian mereka lebih ramah iklim atau berganti pekerjaan.
Peternakan sapi berdampak pada perubahan iklim
Pemerintah koalisi yang baru ingin mengeluarkan 25 miliar euro ($28 miliar) pada tahun 2035 untuk membantu mengurangi junlah ternak dan mengurangi emisi nitrogen, gas rumah kaca yang dikeluarkan terutama oleh pupuk dan pupuk kandang.
Negara kecil berpenduduk 17,5 juta orang ini juga padat dengan hewan ternak, yaitu hampir empat juta sapi, 12 juta babi, dan 100 juta ayam. Belanda adalah pengekspor pertanian terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, tetapi pertanian bertanggung jawab atas 16 persen emisi gas rumah kaca Belanda. Sapi juga merupakan penghasil utama metana, gas rumah kaca yang kuat, dari sistem pencernaan mereka.
Pemerintah saat ini berencana membantu petani mendiversifikasi bisnis mereka, melatih kembali, berinovasi atau bahkan merelokasi jika pertanian mereka berada di dekat kawasan alam yang dilindungi. Tetapi jika mereka gagal mematuhi, pemerintah telah memperingatkan bahwa mereka bahkan dapat mengambil langkah yang sangat sensitif untuk mengambil alih tanah dari petani yang bandel.
Pemerintah bersikeras tidak punya pilihan. Proyek konstruksi besar yang bertujuan mengatasi kekurangan perumahan telah ditangguhkan oleh mahkamah agung dalam kasus yang diajukan oleh kelompok lingkungan atas emisi gas rumah kaca.
Dengan mendorong sektor pertanian untuk mempercepat transisi iklim, pemerintah berharap dapat melanjutkan beberapa proyek pembangunan ini, sekaligus mengurangi emisi nitrogen hingga 50% pada tahun 2030. Secara keseluruhan, Belanda telah menyadari bahwa negara mereka terlalu kecil untuk melakukan semuanya sekaligus: pertanian, industri penghasil bunga yang besar, salah satu bandara terbesar Eropa di Schiphol di Amsterdam, jaringan jalan yang padat, perumahan untuk semua orang plus, di tengah itu semua, zona alam.
Koalisi baru Perdana Menteri Mark Rutte – yang keempat – tidak secara khusus menyebutkan pengurangan jumlah ternak, tetapi ini adalah tindakan yang telah lama dipertimbangkan dan telah memicu kemarahan sektor pertanian.
De Rooij, yang tinggal di desa Riel, di provinsi selatan Brabant, dekat perbatasan Belgia, mengaku para petani, yang sering menjalankan bisnis selama beberapa generasi, selama bertahun-tahun merasa tersisih dan tersesat,
Ia dan petani lain diperhadapkan "ketidakpastian sangat besar" karena terus-menerus dihadapkan aturan baru yang membutuhkan lebih banyak investasi. Dekrit terbaru akan menghabiskan biaya hampir satu juta euro untuk membuat lumbungnya netral. De Rooij jelas prihatin dengan perubahan iklim. "Tapi beri kami waktu dan uang" dan "tujuan yang jelas," katanya.
Serikat petani utama Belanda, LTO, mengatakan pemerintah berhak mengeluarkan miliaran euro untuk membuat sektor ini lebih berkelanjutan. Tapi ia mengkritik fakta bahwa lebih banyak uang telah dialokasikan untuk memberi kompensasi kepada petani yang berhenti, daripada untuk mendorong mereka yang ingin bertahan.
Baca Juga: Dilema Para Peternak Sapi di Belanda Hadapi Perubahan IklimKesulitan Pakan, Begini Pengakuan Para Peternak Sapi di Lombok Timur
“Petani dapat melihat perubahan iklim, mereka dapat melihat apa yang harus mereka lakukan, dan mereka ingin melakukannya – tetapi ada biayanya,” kata presiden LTO Sjaak van der Tak kepada Agence France-Presse (AFP).
"Kami berada di blok awal, tetapi masyarakat dan politik harus membuat transisi ini menjadi mungkin," tambahnya.
Sampai saat itu, Corne de Rooij sedang belajar untuk hidup dengan ketidakpastian. "Saya tahu beberapa rekan yang berpikir mereka akan lebih baik berhenti, karena di Belanda, Anda tidak tahu kaki yang mana untuk menari," katanya.