Dulu Dianggap Tabu, Para Wanita Georgia Kini Justru Sukses Beternak Lebah

Wanita Georgia Beternak Lebah. (©FAO/Tofik Babayev)

Editor: Dera - Selasa, 1 Juni 2021 | 09:00 WIB

SariAgri - Di Georgia, beternak lebah bukanlah profesi yang lazim dilakukan kaum perempuan. Namun sejak pandemi COVID-19 melanda, peternakan lebah telah menjadi sumber pendapatan bagi kaum perempuan, khususnya di wilayah pedesaan.

“Untuk beberapa alasan, semua orang berpikir bahwa peternak lebah haruslah laki-laki, tapi itu tidak terjadi di sini,” kata Ketevan Bluishvili, peternak lebah dari Desa Matani di wilayah Kakheti di Georgia timur.

Berbeda dair warga pada umumnya, beternak lebah bagi keluarga Ketevan adalah tradisi. Kedua orang tuanya peternak lebah dan dia mengambil alih produksi madu keluarga pada tahun 2009.

“Saya tidak bisa cukup menekankan betapa pentingnya bagi kami, perempuan pedesaan, untuk memiliki sumber pendapatan sendiri, terutama dengan pandemi ini,” kata Ketevan.

Seperti juga kebanyakan negara, krisis COVID-19 telah mempengaruhi ekonomi Georgia. Hancurnya industri pariwisata dan penjualan anggur yang menjadi produk unggulan, mengakibatkan banyak warga kehilangan mata pencaharian.

Kondisi itu memaksa wanita ikut menjadi pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dampak pandemi juga memukul petani lokal. Apa yang dilakukan Ketevan, telah mendorong dan memberi inspirasi wanita setempat untuk terjun di usaha ternak madu.

Sebagai pemimpin komunitas di desanya, Ketevan sebelumnya telah diajak FAO untuk menghadiri Sekolah Lapangan Petani. Dalam program itu, ia menerima pelatihan dalam pemeliharaan lebah modern, serta mengedukasi para wanita di daerah tersebut.

“Saya mulai dengan 30 sarang lebah dulu, sekarang saya punya 120 dan saya berencana untuk mengembangkan lebih banyak,” jelas Ketevan, seperti dilaporkan situs resmi FAO.

Dia juga membantu memilih wanita lokal lainnya untuk menghadiri program pelatihan. Berbekal dukungan, pelatihan dan peralatan dari FAO, beberapa wanita bahkan berhasil memulai produksi awal mereka.

“Kami, wanita lokal, sangat termotivasi untuk memulai bisnis kami sendiri dan kami sangat ingin mempelajari praktik baru dari pelatih berpengalaman," ungkapnya.

Menurut Teimuraz Ghoghoberidze, Presiden Asosiasi Peternak Lebah Georgia dan pelatih yang dikontrak FAO, kurangnya pengetahuan memproduksi lebah adalah tantangan utama yang banyak dialami warga.

“Salah satu tantangan terbesar bagi peternak lebah di Georgia adalah kurangnya pengetahuan tentang pendekatan modern untuk produksi madu dan sarang lebah. Ini memengaruhi kualitas produksi serta kemampuan mereka untuk menjualnya, ”katanya.

Selain penyakit yang menyerang lebah, Teimuraz mencatat kurangnya peralatan modern serta kesenjangan pengetahuan tentang branding usaha dan pemasaran juga menjadi kendala.

Georgia adalah negara dimana sektor petanian merupakan tulang punggung perekonomian dan menyerap sekitar 40 persen tenaga kerja.

Karena itu pula, sehak 2013, FAO dan Uni Eropa (UE) bekerja sama di bawah Program Lingkungan Eropa untuk Pertanian dan Pembangunan Pedesaan (ENPARD) III, mendukung komunitas pedesaan dan sektor pertanian di Georgia guna mengurangi angka kemiskinan pedesaan.

Di bawah ENPARD, FAO memberikan bantuan teknis kepada pemerintah dan akses ke pengetahuan dan peluang investasi bagi petani perorangan, koperasi dan usaha kecil dan menengah (UKM).

Sejauh ini, FAO telah mendirikan lebih dari 80 demplot dan 10 Sekolah Lapangan Petani yang aktif dalam produksi sayuran, susu dan madu, di berbagai wilayah di Georgia.

Lebih dari 1.200 petani Georgia, 25 persen di antaranya adalah perempuan dan telah menerima pelatihan lapangan langsung dari ahli agronomi FAO.

Baca Juga: Dulu Dianggap Tabu, Para Wanita Georgia Kini Justru Sukses Beternak Lebah
Berkat Penelitian Kini Lebah Madu Bisa Mendeteksi Keberadaan Virus Corona

“Prioritas kami sekarang adalah melatih lebih banyak petani, terutama perempuan. Dengan cara ini, dan dengan dukungan teknis dan panduan FAO, kami menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi petani untuk menghasilkan lebih banyak, berproduksi lebih baik dan dengan cara yang lebih berkelanjutan, ”jelas Javier Sanz Alvarez, Koordinator Program EU-FAO.

Hasilnya cukup menggembirakan. Kini, Ketevan dan para peternak madu lain sudah mulai melihat ke depan. Mereka membentuk jaringan komunitas lokal perempuan produsen madu untuk bekerja sama di bawah satu merek dan menjangkau pangsa pasar yang lebih besar.