Peternak Terpuruk, Harus Ada Strategi Turunkan Biaya Pakan Ternak

Ilustrasi peternakan ayam. (pixabay)

Penulis: Yoyok, Editor: Arif Sodhiq - Kamis, 6 Mei 2021 | 12:50 WIB

SariAgri - Pemerintah diminta untuk betul-betul menyiapkan strategi menurunkan biaya pakan bagi peternakan rakyat dengan memberdayakan berbagai potensi lokal yang dimiliki di Tanah Air. Sebab, saat ini kondisi peternakan semakin terpuruk yang ditandai, antara lain semakin menurunnya jumlah peternak mandiri, lemahnya akses peternak terhadap sumber daya peternakan serta banyaknya usaha peternak rakyat yang bangkrut dan usahanya mati.

Hal itu disampaikan Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan menanggapi keluhan Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) tentang wacana impor pakan ternak dan ayam dari Brazil akan berdampak pada petani jagung dan peternak ayam lokal.

"Perlu terobosan agar kita tidak selalu tergantung dengan bahan baku impor untuk urusan pakan ini," kata Johan Rosihan di Jakarta, Kamis (6/5).

Ia mengutarakan harapannya agar pemerintah memiliki kontrol yang kuat terhadap perusahaan unggas yang terintegrasi besar, yang memiliki usaha dari hulu sampai hilir, yang kekuatan produksinya dipasarkan di berbagai pasar tradisional sehingga mematikan usaha peternak kecil mandiri.

"Harus ada keadilan dan perlindungan pemerintah terhadap usaha peternak mandiri demi daya saing perunggasan nasional yang lebih baik, saya mengusulkan agar peternak rakyat dijadikan sebagai basis ekonomi usaha ternak agar kesejahteraan masyarakat peternak semakin meningkat," ucapnya.

Ia meyakini bahwa daya saing unggas di Indonesia sangat rendah akibat biaya pakan yang sangat mahal.
Untuk itu, perlu segera dibuat kebijakan yang memberikan perlindungan kepada peternak rakyat dan memiliki model pemberdayaan peternak sehingga memiliki daya saing dalam tata niaga perunggasan nasional.

“Saya harap Kementan membantu peternak dalam menghadapi tantangan keberlanjutan usahanya serta memberikan solusi pemberdayaan yang mampu mengatasi persoalan yang dihadapi peternak kita”, ujar Johan.

Sebelumnya, Ketua Umum GPMT, Desianto Budi Utomo mengatakan bahwa kebijakan importasi pakan ternak akan sangat masif terhadap industri pakan nasional yang sudah lebih dari 50 tahun swasembada pakan.

"Multiplier effects dari importasi pakan terhadap industri bisa meluas ke subsektor lainnya, seperti petani jagung, peternak, dan pedagang ayam baik ayam petelur maupun pedaging, tenaga kerja budi daya ayam, dan bahan pakan lainnya," kata Desianto.

Menurut Desianto, ada sekitar lebih dari 12 juta keluarga petani dan peternak yang bergantung kehidupannya pada industri pakan ternak.

Harga pakan ternak di lapangan pada paruh akhir April 2021 berkisar di rentang Rp7.000-7.800 per kg, dengan harga rata-rata Rp7.300 per kg.

Saat ini rata-rata penyerapan jagung dari anggota GPMT adalah di bawah tujuh juta ton per tahun, dengan asumsi pemakaian jagung dalam formula pakan adalah sebesar 40 persen.

Baca Juga: Peternak Terpuruk, Harus Ada Strategi Turunkan Biaya Pakan Ternak
Ekspor Pakan Ternak Ke Korsel Jadi Bukti Sinergitas Pelaku Pertanian

Pemakaian jagung untuk beberapa jenis pakan idealnya ada di rentang 50 persen, bahkan untuk jenis pakan tertentu pemakaian jagung dalam formula pakan bisa lebih dari 50 persen.

Sementara kecukupan jagung untuk industri pakan saat ini mengalami penurunan yaitu hanya tersedia untuk kurun waktu 32-35 hari. Idealnya kecukupan ketersediaan jagung pada industri pakan untuk kurun waktu dua bulan.