Peneliti IPB Ingin Pemantauan Satwa Liar Gunakan Drone

Penulis: Dera, Editor: Arif Sodhiq - Kamis, 11 Februari 2021 | 11:30 WIB
SariAgri - Kehidupan satwa liar semakin terancam saat ini. Maraknya perburuan liar dan pemusnahan hutan menjadi salah satu faktor yang seharusnya bisa dihentikan untuk keberlangsungan hidup mereka.
Padahal, Indonesia merupakan negara dengan kekayaan biodiversitas tertinggi kedua di dunia. Hal ini dapat menjadi modal dasar pembangunan berkelanjutan yang perlu selalu dijaga kelestariannya.
Namun data mengenai biodiversitas satwa liar di Indonesia justru masih terbatas dan minim sehingga mempersulit upaya konservasi satwa liar. Dilansir dari ipb.ac.id, peneliti konservasi biodiversitas hutan dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB, Dr Dede Aulia Rahman menilai penggunaan teknologi dalam pemantauan satwa liar diperlukan.
"Kita tahu bahwa hutan hujan tropis Indonesia itu susah dijangkau. Metode survei secara tradisional memang agak sulit, ditambah satwa liar memiliki sifat sulit dipahami dan samar. Itu yang menyebabkan data-data ekologi di Indonesia itu sulit dan menjadi sangat terbatas," ujarnya.
Dede menyayangkan, secara statistik hampir sebagian besar tulisan mengenai SDA Indonesia yang dipublikasikan dalam jurnal bereputasi justru berasal dari peneliti atau penulis luar negeri.
Salah satu upaya Dede adalah dengan menggunakan teknologi drone thermal dan kamera tangkap untuk melacak satwa liar di hutan. Penggunaan alat ini dapat mempermudah pendataan satwa liar yang sulit bahkan berbahaya untuk dipantau seperti satwa yang buas.
Melalui dukungan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia, di bawah skema Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi (PDUPT), dalam studi terbarunya, Dr Dede melakukan pendataan serta monitoring satwaliar dengan memanfaatkan teknologi kamera tangkap (camera trap) dan drone thermal.
Camera trap berfungsi seperti CCTV yang dilengkapi sensor gerak sehingga dapat merekam dan membedakan satwa yang satu dengan satwa lainnya atau membedakan antar individu satwa melalui pengenalan karakteristik maupun bentuk tubuh atau pola tertentu yang terdapat pada setiap jenis satwa.
"Contohnya, pada macan tutul jawa yang merupakan satwa endemik Indonesia, kita bisa membedakan setiap individunya berdasarkan pola totolnya atau rosette. Jadi semacam sidik jari pada manusia dan untuk orangutan dapat dibedakan setiap individunya berdasarkan tampilan wajah," tuturnya.
Sejak 1930 teknologi drone telah digunakan untuk kepentingan militer dan lainnya. Hanya saja drone belum digunakan untuk memantau biodiversitas sehingga perlu pengembangan lebih lanjut untuk menyesuaikan dengan kekhasan dan karakteristik biodiversitas yang akan dipelajari.
Drone yang digunakan dalam studinya adalah drone dengan kamera termal. Drone ini diklaim mampu memonitor dan mengidentifikasi satwa berdasarkan suhu tubuh dan ukuran pixel dari satwa yang ditemukan.
Baca Juga: Peneliti IPB Ingin Pemantauan Satwa Liar Gunakan DroneKodok Merah, Satu-satunya Amfibi yang Dilindungi di Indonesia Hampir Punah
Tak hanya itu, Dede pun berkeinginan untuk berkolaborasi dengan peneliti dari berbagai ilmu supaya dapat memanfaatkan potensi biodiversitas Indonesia yang sungguh luar biasa untuk kemanfaatan masyarakat Indonesia.
"Pengembangan ilmu ekologi dan konservasi sendiri tidak akan pernah lepas dari pengembangan teknologi maju, sehingga ke depan penting membangun kolaborasi untuk mengembangkan atau bahkan menciptakan teknologi kamera tangkap dan drone termal baru yang sesuai dengan kebutuhan pemantauan biodiversitas yang ada di Indonesia," tutupnya.