Kisah Peternak Sapi Perah Jaksel Bertahan di Tengah Gampuran Zaman

Fathurahman, peternak sapi perah di Jakarta Selatan. (Antara/HO-PPSP-SP)

Editor: Arif Sodhiq - Kamis, 11 Februari 2021 | 08:00 WIB

SariAgri - Peternakan sapi perah di Jakarta Selatan telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Saat ini peternakan sapi perah di Jaksel masih bertahan dan dikelola generasi ketiga.

Fathurahman adalah salah satu peternak sapi perah generasi ketiga di Jaksel. Dia mengungkapkan bagaimana usaha turun-temurun yang dilakoni masyarakat asli Betawi itu masih bertahan di tengah perubahan zaman.

"Saya ini generasi ketiga, usaha ternak sapi sudah dimulai sejak zaman kakek saya, lalu dilanjutkan ayah saya, sekarang oleh saya," ujarnya dalam acara webinar
"Peternakan Sapi di Ibu Kota" yang diadakan Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (Sudin KPKP) Jakarta Selatan.

Fathurahman bukan satu-satunya peternak sapi di Ibu Kota karena masih ada sekitar 30 orang lainnya. Para peternak ini tergabung dalam Perhimpunan Peternak Sapi Perah-Sapi Potong (PPSP-SP) Jakarta sebagai anggota aktif maupun non aktif.

Dikatakan Fathurahman, peternakan sapi perah di Jakarta di masa penjajahan Belanda untuk memenuhi gizi dan protein bangsanya. Jenis sapi yang dikembangkan saat itu adalah Frisia atau Holstein (FH) yang dikenal masyarakat sapi warna hitam putih. Seiring berjalannya waktu banyak pribumi yang memelihara sapi perah.

Usaha ternak sapi perah berkembang pesat di kawasan segitiga emas Kuningan, Jaksel setelah Indonesia merdeka tahun 1945. Selanjutnya peternakan sapi meluas ke wilayah Mampang Prapatan, Buncit Raya, Pancoran, Pasar Minggu hingga Jagakarsa dan lainnya.

"Kuningan menjadi wilayah dengan populasi terbesar peternak sapi perah, hingga zaman dulu dikenal sebagai kampung susu sapi," jelas Fathurahman yang juga Ketua PPSP-SP.

Seiring bertambahnya populasi sapi perah di wilayah Jakarta Selatan, tahun 1958 dibentuk Koperasi Perusahaan Daerah Ibu Kota sebagai organisasi untuk menaungi para peternak.

"Keberadaan peternak mendapat perhatian dari pemerintah, tahun 1978 para peternak dapat bantuan presiden berupa sapi perah dari Australia," kata Fathurahman.

Pada tahun 1986 sejarah kampung susu sapi di Kuningan mulai berubah, setelah Gubernur DKI Jakarta, Wiyono Atmodarminto mendapat perintah Presiden untuk merelokasi peternak.

Sesuai Surat Keputusan Nomor 200/1986 peternak kawasan Kuningan direlokasi karena kawasan tersebut dijadikan kawasan antar bangsa, dibangun kantor kedutaan maupun rumah para duta besar.

Baca Juga: Kisah Peternak Sapi Perah Jaksel Bertahan di Tengah Gampuran Zaman
Peternakan di Jaksel Kearifan Lokal Masyarakat Betawi

"Sejak saat itu Kampung Susu Sapi Kuningan direlokasi ke Pondok Ranggon, Jakarta Timur," kata Fathuraman.

Dia mengungkapkan hingga tahun 2017 dirinya masih menemukan peternakan sapi perah yang masih bertahan di Kuningan yaitu milik H Nurdin di Gang Kembang, Kuningan Timur. Namun kini ditutup karena tidak ada penerusnya.

Sejak saat itu cerita Kampung Susu Sapi Kuningan berakhir. Namun peternakan sapi di wilayah sekitar Kuningan seperti Mampang, Pancoran dan Pasar Minggu masih eksis sampai sekarang di bawah naungan PPSP-SP.