Pelaku Agrobisnis Harus Memahami Green Marketing

Ilustrasi Green House diharapkan bisa meningkatkan produksi pertanian (Pxhere)

Editor: M Kautsar - Minggu, 18 Oktober 2020 | 19:02 WIB

SariAgri - Dekan Fakultas ekonomi dan Manajemen (FEM) ipb University Profesor Doktor Nunung Nuryartono mengemukakan pengetahuan mengenai green marketing sebagai hal penting untuk memastikan produk konsumsi mendukung pencapaian energi terbarukan

"Banyak perusahaan di seluruh dunia mulai peduli terhadap penerapan 'green marketing' pada produknya, seperti Wall-Mart, perusahaan retail terbesar di dunia, juga mulai peduli menerapkan strategi 'green marketing' ini," ujarnya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu.

Perkembangan teknologi menjadikan masyarakat sekaligus konsumen, memiliki akses informasi yang terbuka terhadap produk yang digunakan.

Perhatian masyarakat saat mengonsumsi produk tidak hanya tertuju pada harga dan kemasan tetapi lebih dari pada latar belakang produk tersebut.

Hal itu tidak lepas dari mulai munculnya kesadaran konsumen terhadap kerusakan lingkungan, seperti pemanasan global dan pencemaran lingkungan yang disebabkan perilaku pembelian produk oleh mereka.

Dengan demikian, sebagai wujud kepedulian lingkungan memunculkan penerapan prinsip yang disebut green consumerism. Hal itu yang melahirkan tantangan bagi perusahaan agribisnis untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan ramah lingkungan dan aman bagi konsumen melalui strategi green marketing.

Dr Marthin Nanere, dosen senior dalam bidang pemasaran dari La Trobe University Melbourne, Australia menyampaikan agribisnis adalah seluruh aktivitas di pertanian dengan memasukkan pelaku petani, pengolah, distributor dan pelanggan dalam sistem produksi, pengolahan, transportasi, pasar, dan pendistribusian produk. Dia menyebut di Australia jumlah peternakan pada 2019 mencapai 135.997 unit dengan 63,7 juta domba.

Menurut dia, untuk mewujudkan produk agribisnis yang bertanggung jawab pada lingkungan, maka green marketing menjadi strategi yang diterapkan dalam proses penjualan produk berdasarkan manfaat lingkungan.

Selain itu, katanya, green marketing juga dikenal dengan istilah lain, seperti ecological marketing, environmental marketing, dan sustainable marketing.

"Persamaan antara green marketing dan 'traditional marketing adalah sama-sama bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen, namun yang berbeda adalah green marketing masuk untuk meminimalkan dampak berbahaya dari produk terhadap lingkungan alam," kata Marthin.

Hal-hal yang termasuk "green marketing" adalah adanya modifikasi produk, perubahan kemasan, perubahan proses produksi, dan iklan yang juga dimodifikasi. Dengan demikian, konsumen akan mau membayar harga suatu produk jika ada peningkatan desain, fungsi, daya tarik visual, rasa, dan manfaat lingkungan.

Oleh karena itu, katanya, untuk membuat konsumen mudah menggunakan produk-produk hijau diperlukan pemahaman terhadap nilai perilaku dan perilaku pembelian oleh konsumen.

“Setidaknya ada tiga hal utama yang perlu diperhatikan dari konsumen, pertama posisi nilai konsumen, pengetahuan konsumen dan kredibilitas klaim produk,” katanya.

Ia menjelaskan beberapa saran menuju go green, antara lain mengetahui masalah dan perhatian konsumen, mengedukasi konsumen dengan berbeda, menambah beberapa nilai di samping hanya menyelamatkan lingkungan, menjadi terbuka dengan apa yang sudah atau belum dilakukan, mengembangkan produk baru.

“Manajemen lingkungan dilakukan dengan formula yang dikenal dengan 3R yaitu reusing (penggunaan ulang) kemasan, recycling (daur ulang) bahan, dan reducing (pengurangan) penggunaan sumber daya. Formula tersebut untuk mengendalikan limbah sumber daya alam,” katanya.

Oleh karena itu, diperlukan dorongan melakukan pembelian hijau oleh masyarakat melalui perilaku yang dibentuk dari norma (normative belief), keyakinan (behavioral belief) dan kontrol perilaku (control belief) Perilaku tersebut dapat dijelaskan dalam teori yang dikenal sebagai Theory of Reasoned Action (TRA).