Remaja Surabaya Sukses Budidaya Magot. Seperti Apa Magot?

Penulis: Arya Pandora, Editor: Rojes Saragih - Senin, 20 Juli 2020 | 06:01 WIB
SariAgri - Bermula dari keinginan meringankan beban ayahnya dalam membeli pakan ternak lele, seorang remaja bernama, Tristan Kesyandria Ali Pasha (14 tahun) mencetuskan ide gagasan budidaya maggot. Tekadnya yang kuat mampu menempa semangat remaja belia yang baru naik kelas 9 SMP Negeri 41 Surabaya ini, untuk belajar mengembangkan budidaya maggot secara otodidak dari berbagai sumber.
Dimulai dari bulan Januari 2020 lalu, ia menghabiskan hampir separuh waktunya di rumah untuk budidaya maggot. Maggot adalah bayi larva lalat black soldier fly (BSF) yang mampu menguraikan sampah organik menjadi kompos atau pakan ikan dengan sangat cepat dalam jumlah besar.
Bayangkan saja, 50 kilogram maggot bisa menghabiskan sampah buah, nasi, dan sayuran berjumlah 100 kilogram. Meski tubuhnya kecil, ribuan maggot ini bisa makan 2x lebih banyak dari berat tubuhnya.
Proyek pembudidayaan maggot ini menjadi program andalan Tristan sebagai peserta Pangeran dan Putri Lingkungan Hidup 2020 yang diadakan organisasi Tunas Hijau. Rasa ingin tahu Tristan untuk meneliti sudah terasah saat dia mengikuti program Peneliti Moeda 41 sejak duduk di bangku kelas 7 SMP.
Melalui program tersebut, Tristan tak hanya belajar menentukan objek penelitian ilmiah, tapi juga jadi kader lingkungan yang belajar mengolah
sampah di sekolah.
Dukungan dari pihak sekolah yang menyandang predikat SMP Adiwiyata Mandiri membuat Tristan begitu mudah melewati proses belajar budidaya maggot. Selain itu, di rumah semangat belajar budidaya maggot mendapat dukungan dari ayahnaya, seorang peternak lele dengan sistem bioflok.
Bersama ayahnya, hampir setiap hari melakukan grebek pasar mengambil sampah organik di sejumlah pasar tradisional, mulai dari pasar Keputran hingga pasar Pandegiling untuk pakan maggot.
“Karena baby Maggot sedang banyak saya dan ayah mencari buah atau sayuran busuk untuk makan baby maggot, agar pertumbuhan nya cepat. Selain grebek pasar, saya juga mengambil sisa makanan maupun sampah organik dari warung makan yang dikumpulkan dalam wadah khusus untuk ditukar dengan tabungan sampah berkah atau tabsahber, “ ungkapnya kepada SariAgri.
Telur lalat BSF ini bisa ditemukan di celah tumpukan kayu. Dari 1 gram telur BSF bisa menetas 1,5 kilogram maggot. Awalnya, Tristan ingin membuat proyek lingkungan yang tak hanya bisa mengurangi sampah dengan cepat, tapi dari proyek tersebut juga bisa menghasilkan produk bermanfaat.
"Jadi awalnya saya beli telur BSF seberat 3 gram. Tiap 1 gram telur BSF itu bisa jadi 1,5 kilogram maggot. Dari hasil budidaya itu sekarang jumlah maggot saya jadi 135 kilogram," katanya bangga.
Telur BSF yang sudah dikumpulkan akan dipindahkan ke wadah penetasan yang telah diberi POR511 untuk makanan awal maggot. Umumnya, maggot akan menetas di hari ketiga dengan ukuran 1 mm.
Maggot sebanyak 135 kilogram itu dibagi Tristan jadi dua, 90 kilogram maggot jadi induk untuk dibudidayakan kembali, sedangkan 45 kilogram menjadi pakan lele.
"Karena ternyata maggot itu proteinnya tinggi. Jadi bisa bikin lele jadi lebih gurih dan enak rasanya," terangnya sambil tersenyum lebar.
Kini dari hasil budidaya maggot, ia dan ayahnya sudah tidak khawatir lagi akan kekurangan pakan untuk lele. Melalui terobosan ini, hasil panen lele ayahnya pun meningkat dari segi kualitas ukuran lele dan beratnya hingga 2 kali lipat dibandingkan dengan panen sebelumnya yang hanya diberi pakan biasa.
Baca Juga: Remaja Surabaya Sukses Budidaya Magot. Seperti Apa Magot?Jelang Idul Adha, Waspadai Cacing Hati pada Hewan Kurban
Selain itu dari budidaya maggot ini pula, Tristan mampu menghasilkan pupuk cair yang baik untuk tanaman produktif, dan maggot kemasan kering yang cocok untuk campuran pakan ikan.
Melalui pemasaran dua produk hasil budidaya maggot ini, Tristan mengaku mampu meraup untung hingga Rp 2 juta rupiah untuk satu minggu atau sekitar Rp 8 juta setiap bulannya. (Arief L/ SariAgri Jawa Timur)