Makin Ganas, Ini Virus kelinci yang Sangat Mematikan

Editor: Dera - Sabtu, 8 Oktober 2022 | 18:00 WIB
Sariagri - Banyak orang mengira bahwa virus akan menjadi lebih ringan dari waktu ke waktu karena menjadi endemik dalam suatu populasi. Namun penelitian baru yang dipimpin oleh Penn State dan University of Sydney justru mengungkapkan bahwa virus myxoma yang menyerang kelinci menjadi lebih mematikan dari waktu ke waktu.
Temuan ini menyoroti perlunya pemantauan ketat terhadap virus manusia, termasuk SARS-CoV-2, monkeypox dan polio untuk meningkatkan virulensi.
"Selama pandemi COVID-19, banyak orang salah mengira bahwa ketika virus SARS-CoV-2 menjadi endemik, virus itu juga akan menjadi lebih ringan," kata Andrew Read, Direktur Huck Institutes of the Life Sciences di Penn State, seperti dilansir Phys.org.
Padahal faktanya menurut Read, varian delta lebih menular dan menyebabkan penyakit yang lebih parah daripada jenis virus asli, dan omicron bahkan lebih menular daripada delta. Hal yang sama juga terjadi pada virus kelinci yang telah berevolusi menjadi lebih mematikan.
Read menuturkan, virus myxoma diperkenalkan ke Australia pada awal 1950-an untuk mengurangi populasi kelinci non-asli yang tidak terkendali. Dikenal sebagai "miksomitosis," penyakit yang disebabkan oleh virus tersebut mengakibatkan bengkak, lesi kulit berisi cairan, kepala dan kelopak mata bengkak, telinga terkulai dan saluran udara tersumbat.
Virus tersebut sangat mematikan sehingga membunuh sekitar 99,8 persen kelinci yang terinfeksi dalam waktu dua minggu. Namun seiring berjalannya waktu, virus menjadi lebih ringan dan hanya membunuh 60% kelinci yang terinfeksi dan membutuhkan waktu lebih lama untuk melakukannya.
"Para ilmuwan pada saat itu percaya bahwa hasil ini tidak dapat dihindari. Apa yang mereka sebut 'hukum penurunan virulensi' menunjukkan bahwa virus secara alami menjadi lebih ringan dari waktu ke waktu untuk memastikan bahwa mereka tidak membunuh inang mereka, sebelum mereka memiliki kesempatan untuk ditularkan ke orang lain," kata Read.
Namun, ketika Read dan timnya mulai mempelajari virus myxoma pada kelinci pada tahun 2014, mereka menemukan bahwa virus tersebut kembali menguasai dan sekali lagi membunuh kelinci pada tingkat yang lebih tinggi.
Menariknya, kata Read, kelinci dalam penelitian mereka menunjukkan gejala yang berbeda dari yang disebabkan oleh virus yang dikumpulkan pada dekade pertama setelah rilis. Alih-alih mengembangkan bengkak, lesi berisi cairan, kelinci ini mengembangkan lesi datar.
Selain itu, kelinci-kelinci ini memiliki lebih banyak bakteri yang secara signifikan didistribusikan ke berbagai jaringan, yang juga konsisten dengan imunosupresi.
Baca Juga: Makin Ganas, Ini Virus kelinci yang Sangat Mematikan
Unik, Negara Ini Gelar Pemberkatan Pernikahan bagi Ratusan Hewan Peliharaan
Namun untuk virus myxoma dari garis keturunan tertentu, menyebabkan pembengkakan yang lebih signifikan di dasar telinga dan di sekitar kelopak mata. Daerah-daerah ini juga mengandung jumlah virus yang sangat tinggi. Studi terbaru ini telah diterbitkan pada 5 Oktober di Journal of Virology.